Cari Blog Ini

Rabu, 14 Desember 2011

PEGADAIAN SYARI'AH


PEMBAHASAN MATERI

  Pengertian Pegadaian Syari’ah (Ar-Rahn)
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal  1150, gadai dalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Gadai dalam fiqh disebut Rahn. Secara etimologi, kata al-rahn berarti tetap, kekal dan jaminan. Akad al-rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan/agunan. Menurut beberapa mazhab, Rahn berarti perjanjian penyerahan harta oleh pemiliknya dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian. Penyerahan jaminan tersebut tidak harus bersifat actual (berwujud), namun yang terlebih penting penyerahan itu bersifat legal misalnya berupa penyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah suatu harta jaminan. Menurut mahab Syafi’i dan Hambali, harta yang dijadikan jaminan (agunan) utang itu hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaatnya.
Gadai syariah adalah produk jasa berupa pemberian  pinjaman menggunakan  sistem gadai dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman.
Sejarah Pegadaian Syari’ah
Pemerintah baru mendirikan lembaga gadai pertama kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian. Pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman  dengan hukum gadai. Seiring dengan perkembangan zaman, Pegadaian telah beberapa kali berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan (1901), Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan di tahun 1969. Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990 sampai dengan terbitnya  PP103 tahun  2000 Pegadaian berstatus sebagai Perum dan merupakan salah satu BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia hingga sekarang.
Terbitnya PP/10 tanggal 1April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian. Satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba. Misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003  tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah  sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Fungsi operasi Pegadaian Syariah sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri  di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
Pada saat ini Pegadaian Syariah sudah berbentuk sebagai sebuah lembaga. Ide pembentukan Pegadaian Syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah. Setelah terbentuknya bank,  BMT, BPR,  dan  asuransi syariah, maka Pegadaian syariah mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan akademisi untuk dibentuk dibawah suatu lembaga sendiri. Keberadaan Pegadaian Syariah atau Rahn lebih dikenal sebagai bagian produk yang ditawarkan oleh bank syariah, dimana bank menawarkan  kepada  masyarakat bentuk penjaminan barang guna  mendapatkan pembiayaan.
Mengingat adanya peluang dalam mengimplementasikan Rahn/gadai syariah, maka Perum Pegadaian bekerja sama  dengan Lembaga Keuangan  Syariah melaksanakan  Rahn yang bagi Pegadaian dapat dipandang sebagai pengembangan produk, sedang bagi Lembaga Keuangan Syariah dapat berfungsi sebagai kepanjangan tangan dalam pengelolaan produk Rahn. Untuk mengelola kegiatan tersebut,  Pegadaian telah membentuk Divisi Usaha Syariah yang semula  dibawah  binaan  Divisi Usaha Lain.
 Landasan Hukum
AL-Qur’an
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah : 283
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh orang yang berpiutang.”
Hadits
Dari Aisyah r.a., Nabi SAW bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.” (H.R. Bukhri dan Muslim)
Dari Abi  Hurairah  r.a., Nabi SAW bersabda yang artinya:
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari  pemilik yang  menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung  resikonya.” (H.R. As-Syafi’i,  Al-Daraquthni dan Ibnu Majah)
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Ketentuan Umum:
1.      Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunsi.
2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3.      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4.      Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.      Penjualan marhun.
a.       Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
b.      Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
c.       Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d.      Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
b.      Ketentuan Penutup
1.      Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesainnya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
 Tujuan Berdirinya Pegadaian Syari’ah
Sesuai dengan PP 103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia, dan lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk :
a.       Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah.
b.      Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
 Produk-produk Yang Dikembangkan
1.      AR-RAHN
Melayani skim pinjaman untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai sesuai syariah dengan barang jaminan berupa emas, perhiasan, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor.
2.      ARRUM (ar Rahn untuk Usaha Mikro/Kecil)
Melayani skim pinjaman berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro dan kecil untuk keperluan pengembangan usaha melalui sistem pengembalian secara angsuran.
3.      KUCICA (Kiriman Uang cara Instan Cepat Aman)
Adalah bentuk pelayanan kepada masyarakat untuk pengiriman uang di/ke dalam dan luar negeri. Layanan kiriman uang ini bekerja sama dengan western union.
4.      MULIA (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi)
Memfasilitasi penjualan logam mulia oleh pegadaian kepada masyarakat secara tunai dan/atau secara angsuran dengan proses cepat dan dalam jangka waktu yang fleksibel. Akad murabahah logam mulia untuk investasi abadi adalah persetujuan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara pegadaian dan nasabah atas sejumlah pembelian logam mulia disertai keuntungan dan biaya-biaya yang disepakati.
5.      AMANAH (Murabahah untuk kepemilikan kendaraan bermotor)
Adalah pemberian pinjaman guna kepemilikan kendaraan bermotor kepada para pegawai tetap pada suatu instansi atau perusahaan tertentu atas dasar besarnya penghasilan (gaji) dengan pola perikatan jaminan sistem fiducia atas obyek, surat kuasa pemotongan gaji amanah tersebut. Skim pemberian pinjaman ini menerapkan sistem syariah dengan akad murabahah.
 Mekanisme Operasional
Pegadaian syariah berjalan diatas dua transaksi syariah yaitu:
1.      Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2.      Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melalukan akad.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi:
1.      Orang yang berakad:
a.       Yang berhutang (rahin) dan
b.      Yang berpiutang (murtahin)
2.      Sighat (ijab qabul)
3.      Harta yang dirahnkan (marhun)
4.      Pinjaman (marhun bih)
Mekanisme operasional pegadaian syariah dapat digambarkan sebagai berikut: melalui akad rahn, nasabah menjaminkan barang untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan. Lalu kedua belah pihak menyetujui akad gadai. Pegadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan, penjagaan dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah. Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo.

  Perbedaan Pegadaian Syari’ah dan Konvensional
Pegadaian konvensional Gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak.
Dikenakan bunga dari pinjaman sebesar 1,3%. 1 hari dihitung 15 hari Jika selama satu tahun kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, maka itu menjadi milik pegadaian.
Pegadaian Syariah Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan. Rahn berlaku pada seluruh benda baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dalam rahn tidak ada istilah bunga (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran). Singkatnya biaya gadai syariah lebih kecil hanya sekali dikenakan. 1 hari dihitung 10 hari. Jika selama satu tahun kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, pegadaian syariah akan menyalurkan dana tersebut ke lembaga Badan Amil Zakat sebagai ZIS. 2.8Perkembangan dan Pertumbuhan Gadai Syari’ah Di Indonesia, Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa atau bagi hasil. Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh perkembangan dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Disamping itu, juga dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah pegadaian yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Pegadaian syariah Dewi Sartika Jakarta merupakan salah satu pegadaian syariah yang pertama kali beroperasi di Indonesia. Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia merupakan hal yang menggembirakan. Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah.
 Prospek, Kendala, dan Strategi Pengembangannya
Prospek Pengembangan Pegadaian Syariah
Prospek pegadaian syariah cukup pesat dan cerah, karena sebagian besar mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Selain itu juga minat masyarakat semakin hari semakin meningkat. Apalagi pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan.
Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah
1.      Pegadaian kurang popular.
2.      Kurangnya SDM.
3.      Keberadaan pegadaian konvensional di bawah Departemen Keuangan mempersulit posisi pegadaian syariah bila berinisiatif untuk independen dari pemerintah pada saat pendiriannya.
4.      Kurangnya seperangkat aturan yang mengatur pelaksanaan dan pembinaan pegadaian syariah.
5.      Sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bahaya bunga yang sudah mengakar dan menguntungkan bagi segelintir orang.
6.      Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa keberadaan pegadaian syariah hanya diperuntukkan bagi umat Islam.
Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
1.      Memperluas strategi pemasaran
2.      Masyarakat akan lebih memilih pegadaian dibanding bank disaat mereka membutuhkan dana karena prosedur untuk mendapatkan dana relatif lebih mudah dibanding dengan meminjam dana langsung ke bank.
3.      Pemerintah perlu untuk mengakomodir keberadaan pegadaian syariah ini dengan membuat peraturan pemerintah atau UU pegadaian syariah.
4.      Mengoptimalkan produk yang sudah ada dengan lebih profesional.
5.      Mempertahankan surplus pegadaian syariah dan terus berupaya meningkatkannya.





tugas perkuliahan praktik lembaga keuangan syari'ah/07/12/11


Tidak ada komentar: